Minggu, 12 April 2009

Pertaruhan Indonesia

M Alfan Alfian

Majalah The Economist (edisi 4 April 2009) menurunkan tajuk ”The Indonesian Surprise”, mengulas fenomena demokrasi politik, Pemilu 2009 di Indonesia.

Dicatat, pemilu ketiga di Indonesia era reformasi ini merupakan regional role model. Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar telah memberikan contoh praktik demokrasi politik bagi negara di kawasan Asia Tenggara.

Namun, The Economist juga mencatat adanya kesulitan besar, yakni bagaimana demokrasi pemilu dilaksanakan. Meski sudah ada pengalaman sebelumnya (1999 dan 2004), teknik penyelenggaraan pemilu selalu menghadapi sejumlah kesulitan serius: sistem pemilu yang kompleks dan berubah-ubah serta pengaturan logistik pemilu yang tak mudah, mengingat Indonesia terdiri atas 17.000 pulau dan 240 juta penduduk.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) amat optimistis bahwa soal teknis pemilu sudah optimal. Masyarakat sempat cemas dengan kesiapan KPU. Dengan sistem pemilu yang baru, KPU perlu bekerja ekstrakeras. Pascapemungutan suara 9 April, tantangan masih berliku. Sengketa pemilu harus dapat diselesaikan dengan baik, anarki politik harus dicegah. Dalam perspektif The Economist, kesannya pemilu di Indonesia adalah sesuatu yang ”amat berisiko”, akrobatik, tetapi harus dilalui. Risiko demokrasi pluralis harus ditanggung oleh Indonesia yang memang plural ini.

Jujur dan adil

Terlepas dari catatan The Economist, kecemasan yang biasa ditimpakan atas ”kejutan demokrasi” di Indonesia adalah, minimnya persyaratan, khususnya jika dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dalam ”demokrasi syarat” tingkat kesejahteraan masyarakat yang minim dapat menjadi masalah. Kualitas demokrasi bisa merosot saat yang berkembang adalah pragmatisme-transaksional yang sarat politik uang dalam praktik demokrasi politik.

Dengan sistem yang lebar peluangnya bagi politik uang dan kecurangan pemilu, kualitas demokrasi kian dipertanyakan. Yang menjadi masalah serius adalah adanya ketidakpastian dalam mengawal hasil perhitungan suara. Mekanisme pengawasan manual amat riskan atas peluang kecurangan pemilu. Kepastian terhadap terlaksananya prinsip jujur dan adil dalam pemilu masih menjadi masalah bersama.

Pemilu 1999 dan 2004 telah mendapat apresiasi tingkat dunia dan Indonesia sebagai negara demokrasi yang fenomenal. Tetapi, mata dunia juga kian jeli, apakah pemilu berlangsung sesuai dengan standar internasional. Celah-celah kecurangan pemilu terbuka lebar dan Panwas kurang gereget dalam mengawasi jalannya pemilu, dan membuat kapok para pelanggar. Sementara banyak masyarakat bersikap apatis dengan parpol dan pemilu.

Praktik-praktik pemilu lokal di Indonesia menyumbangkan catatan atas kecenderungan perilaku politik elite dan masyarakat yang dikesankan kian pragmatis. Apatisme juga hadir di tengah kegalauan atas kejutan demokrasi dengan sistem dan mekanisme pemilu yang berubah-ubah. Meski demikian, banyak pihak tetap berkepentingan agar pemilu sukses dan tidak menghendaki pesta demokrasi yang menentukan sejarah masa depan itu gagal. Trauma anakisme politik masih membayang dan rakyat sudah bosan dengan konflik akibat perseteruan politik elite.

Model demokrasi

Pertanyaannya, apakah Indonesia pasca-Pemilu 2009 kian mantap sebagai model negara demokrasi? Jawabannya, bagaimana kenyataan lapangan pada hari pemungutan suara dan setelahnya. Para pemantau pemilu akan menilai, apakah pemilu sukses sesuai dengan standar demokrasi internasional.

Jika dinilai memuaskan, Indonesia akan kian mantap sebagai model negara demokrasi. Sebaliknya, bila dinilai buruk, praktik demokrasi Indonesia akan menjadi sorotan dunia. Bagi elite dan masyarakat Indonesia, penilaian positif dunia amat penting, bukan saja meningkatkan trust, tetapi juga adanya kesadaran kolektif untuk bangkit dari keterpurukan yang diawali penciptaan stabilitas politik yang demokratis.

Demokrasi ala Indonesia sedang menghadapi ujian berat. Pemilu 2009 merupakan pertaruhan besar bagi Indonesia dalam mempertahankan reputasinya sebagai negara demokrasi.

M Alfan Alfian Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar