Selasa, 07 April 2009

Ke Mana Larinya Suara Partai Islam?


Tantangan berat menghadang partai-partai politik (parpol) berideologi Islam maupun yang dekat dengan kultur Islam. Suara partai-partai tersebut diprediksi akan mengalami penurunan dibandingkan dengan hasil yang mereka raih pada 2004.

Hasil survei Pusat Kajian Politik Fisip Universitas Indonesia (Puskapol UI) belum lama ini menegaskan dominasi partai-partai nasionalis atas partai-partai Islam. Dalam survei yang dilakukan pada 13-20 Maret 2009 (masa kampanye terbuka) tersebut, suara PKS diprediksi hanya akan mencapai 4,43%, masih kalah dari partai baru Gerindra dengan 4,62%.

Sementara partai-partai lain juga mengalami hal yang sama seperti PKB, PPP, PAN. PKB berada di belakang PKS dengan perolehan suara 4,24%, disusul PPP (4,00%) dan PAN (3,61%). Sementara posisi tiga besar dikuasai Partai Demokrat (21,38%), PDIP (17,77%), dan Golkar (16,56%).

Temuan di atas paralel dengan hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh empat lembaga (CSIS, Puskapol UI, LIPI, dan LP3ES) pada 13 Maret 2009. Dalam survei tersebut, Partai Demokrat masih terdepan dalam perolehan dukungan, yaitu 21,52% responden survei menyatakan bahwa mereka akan memilih Partai Demokrat jika pemilu diadakan pada hari pelaksanaan survei.

PDIP dan Golkar menduduki peringkat kedua dan ketiga yang masing-masing didukung 15.51% dan 14.27% pemilih. Peringkat keempat dan kelima diduduki PPP dan PKS yang hanya memperoleh 4,15% dan 4,07% dukungan; kemudian PKB, PAN, dan Gerindra, masing-masing memperoleh 3.25%, 2.91%,dan 2.62%.

Ada tiga kesimpulan yang dapat diambil dari gambaran ini. Pertama, telah terjadi pengerucutan dukungan pemilih terhadap tiga parpol besar yaitu Partai Demokrat, PDIP, dan Golkar. Kedua, berdasarkan survei ini, diperkirakan hanya akan ada 8 parpol yang akan lolos parliamentary threshold. Ketiga, kemungkinan melejitnya partai baru atau kecil masih sangat kecil.

Bertolak dari fakta di atas, dapat ditarik benang merah bahwa telah terjadi pergeseran perilaku pemilih partai Islam yang mengakibatkan berubahnya peta elektabilitas parpol. Hasil 2004 lalu menegaskan perubahan yang terjadi sekarang ini.

Suara PKS, PPP, PKB, dan PAN pada 2004 jauh lebih tinggi dari capaian mereka pada 2009 ini. PKS misalnya pada 2004 mampu menuai 7,34% suara, sementara PPP mengumpulkan 8,15% suara. Turunnya suara PKS dan partai-partai Islam lain dalam survei ini seolah "konsisten" dan terjadi di banyak partai Islam. Padahal seharusnya, masa depan partai Islam di Indonesia cukup strategis mengingat hampir 90% penduduk Indonesia beragama Islam.

Hanya saja, partai-partai Islam gagal memaksimalkan momentum tersebut sehingga umat Islam justru lebih tertarik ke partai nasionalis dan partai nonagama. Banyak teori perilaku pemilih yang dapat menjelaskan pergeseran pilihan seperti kasus ini. Salah satunya teori sosiologis seperti kesamaan etnik, budaya, dan agama.

Scott C Flanagan (1991) dan Seymour Martin Lipset (1981) melihat kecenderungan pola yang melibatkan faktor-faktor di atas dalam beberapa kasus pemilu di Inggris dan Jepang. David Denver menjelaskan perilaku lebih jauh mengenai voters behavior pada konteks masyarakat Inggris.

Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan- pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial seperti umur, jenis kelamin, agama dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku pemilih. Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokan sosial baik secara formal sangat vital dalam memahami perilaku politik.

Pergeseran Pemilih


Menarik dicermati ke mana larinya suara partai-partai Islam pada pemilu April nanti. Partai Demokrat merupakan partai yang paling diuntungkan dari adanya pergeseran pemilih partai Islam tersebut. Suara Partai Demokrat yang hanya 7,4% pada 2004, berdasarkan survei, bisa melejit menjadi 21,38% pada 2009 ini.

Kenaikan 13,98% ini diperkirakan berasal dari pemilih partai-partai Islam. Salah satu alasannya adalah bahwa suara PDIP dan Golkar relatif stabil dengan hasil yang mereka bukukan pada 2004. Dengan margin of error sekitar 2%, suara PDIP tersebut dapat dikatakan stabil. Pemilih PDIP di 2004 terindikasikan akan tetap loyal pada pilihannya. Begitu juga dengan Golkar yang grafiknya relatif stabil walaupun mengalami sedikit penurunan.

Potret yang berbeda akan kita jumpai pada partai-partai Islam sebagaimana dijelaskan di awal tulisan ini. Hampir semua partai Islam mengalami penurunan suara yang signifikan. Daya pikat Partai Demokrat di mata pemilih partai Islam juga menjadi bahan kajian tersendiri.

Menurut Dr Lili Romli, Direktur Puskapol UI, larinya suara pemilih partai Islam ke Partai Demokrat dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, ketokohan SBY yang hingga kini masih unggul di antara caprescapres lain. Kedua, mesin di luar partai yang aktif bergerak di komunitas pemilih Islam.

Untuk yang pertama kita tidak perlu banyak berdebat mengingat hampir semua lembaga survei menempatkan SBY pada pole position menuju bursa pilpres nanti. Khusus untuk yang kedua, hadirnya organisasi keagamaan Majelis Dzikir SBY Nurussalam (MDZ), yang bahkan sudah lahir sebelum SBY terpilih menjadi presiden, menjadi modal politik tersendiri di kalangan pemilih Islam.

Lembaga ini tidak berada dalam struktur Partai Demokrat, melainkan ormas yang berdiri sendiri. Di sisi lain, Partai Demokrat juga tidak memiliki organisasi sayap resmi yang mengkhususkan lahan garapan ke kalangan ulama dan umat Islam. Dengan demikian, hadirnya MDZ seolah menjawab kebutuhan Partai Demokrat untuk mendekati kalangan pemilih Islam yang jumlahnya cukup besar.

Sekilas mengenai aktivitas MDZ, organisasi ini memiliki kegiatan keagamaan rutin yang dijalankan mulai dari tingkat pusat hingga kecamatan. Sebuah aktivitas nonpolitis, tapi memiliki dampak yang cukup signifikan dalam mengelola potensi dukungan komunitas muslim. Infrastruktur organ ini juga cukup lengkap di mana struktur organisasi sudah mencapai kecamatan, bahkan desa.

Dari ilustrasi tersebut sedikit terbuka tabir di balik pergeseran dukungan pemilih partai Islam ke Partai Demokrat saat ini. Kesimpulannya adalah bahwa jika hanya mengandalkan mesin politik Partai Demokrat tidak mungkin terjadi pergeseran dukungan tersebut.

Kini patut kita tunggu apakah datadata survei di atas kertas dan manuver organisasi sayap di luar partai dapat sekali lagi terbukti seperti fenomena 2004? Pemilih yang akan menentukan di bilik suara pada 9 April nanti.(*)

Firman Baso
Sekjen Kaum Muda
Indonesia untuk Demokrasi (KMI)
(Koran SI/Koran SI/jri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar