Minggu, 05 April 2009

Golkar Sulit Dongkrak Elektabilitas



Jakarta - Politik pencitraan belakangan ini terbukti cukup efektif untuk mendongkrak elektabilitas parpol. Namun Partai Golongan Karya (Golkar) dinilai kesulitan untuk melakukan politik itu. Semua itu karena posisi Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yang kurang menguntungkan.

Demikian hasil survei Lembaga Survei Nasional (LSN) dalam rilis kepada detikcom, Selasa (23/12/2008).

Jabatan Kalla sebagai Wakil Presiden memposisikan Golkar sebagai 'Partai Banci'. Jika pemerintahan berhasil, Partai Demokrat akan lebih dominan daripada Golkar.

"Jika kondisi ekonomi membaik, Partai Demokrat sebagai partai pemerintah dapat menuai popularitas. Sebaliknya jika kondisi ekonomi sedang buruk, PDI-P sebagai partai oposisi akan menjadi partai harapan publik," kata Umar S Bakry, Direktur Eksekutif LSN dalam rilisnya.

"Sementara itu dalam kondisi ekonomi apapun, baik atau buruk, Golkar tidak dapat mengambil keuntungan," lanjutnya.

Selain itu tingkat elektabilitas Kalla yang rendah dalam sejumlah survei juga membuat Golkar dalam posisi yang rumit dalam membangun politik pencitraan dan menyusun grand strategy menghadapi pemilu 2009. Jika Golkar memaksakan mengusung Kalla sebagai capres, sangat mungkin akan kalah.

Sebaliknya jika Golkar mengusung kader lain yang elektabilitasnya lumayan bagus (misalnya Sultan) juga tidak mungkin, karena ini dapat dianggap 'mengangkangi' Kalla. Kondisi dilematis ini membuat Golkar kehilangan kesempatan untuk mencitrakan diri sebagai partai besar yang memiliki kader-kader hebat untuk Pilpres 2009.

"Potensi Partai Golkar untuk menjadi pemenang pemilu 2009 sebenarnya belum tertutup. Berdasarkan hasil survei LSN Oktober 2008, Golkar masih merupakan partai terpopuler (paling dikenal publik). Bersama Partai Demokrat, Golkar juga menjadi partai terfavorit (paling disukai publik)," kata Umar.

Jika elektabilitas Partai Golkar sekarang ini terbenam di bawah PDI-P dan Partai Demokrat, hal ini ini lebih banyak disebabkan oleh kegagalan Golkar dalam membangun politik pencitraan. Apabila awal tahun 2009 nanti Golkar berhasil mengambil sikap yang tegas, baik dalam posisinya di pemerintahan maupun dalam menetapkan capresnya sendiri, Golkar masih berkesempatan untuk merebut simpati publik. Ketegasan sikap Golkar akan menentukan politik pencitraan seperti apa yang hendak dibangun ( ken / asy )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar