Kamis, 02 April 2009

Butuh Simulasi KPU


Kamis, 2 April 2009 | 02:53 WIB

Jakarta, Kompas - Mesti ada interpretasi tunggal mengenai cara penghitungan perolehan kursi DPR hasil Pemilihan Umum 2009. Komisi Pemilihan Umum idealnya secepatnya menyampaikan simulasi penghitungan tersebut kepada partai politik peserta pemilu.

Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari munculnya konflik pascarekapitulasi penghitungan suara.

Mantan anggota Panitia Khusus RUU Pemilu, Agus Purnomo (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, DI Yogyakarta), Rabu (1/4), berpendapat, potensi konflik dapat diminimalkan jika KPU secepatnya menyebarluaskan contoh penghitungan yang resmi. Jika memang parpol tak sependapat, peluang pengujian bisa dilakukan secepatnya sebelum pemungutan suara 9 April. ”Lebih baik disosialisasikan sekarang, sebelum semuanya terlambat. Kalau sekarang seperti ini, mana pegangannya?”kata Agus.

Seperti diberitakan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berancang-ancang mengajukan uji materi terhadap peraturan KPU mengenai tata cara penghitungan perolehan kursi anggota DPR. Menurut PDI-P, alur penghitungan yang dibuat KPU tidak sejalan dengan semangat yang mendasari perumusan RUU Pemilu.

Hanya jalankan UU

Anggota KPU, Andi Nurpati Baharudin, di Jakarta, Rabu, mengakui adanya ketidakadilan dalam penghitungan perolehan kursi lembaga legislatif tahap II bagi peserta pemilu. Namun, ketidakadilan itu ada dalam aturan undang-undang.

Menurutnya, KPU hanya menjalankan ketentuan penghitungan perolehan kursi yang ada dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Walaupun demikian, penghitungan tahap II hanya akan dilakukan jika masih ada sisa kursi yang belum dibagikan dalam satu daerah pemilihan dari penghitungan tahap sebelumnya.

Pasal 205 Ayat 4 UU No 10/2008 menyebutkan bahwa penghitungan perolehan kursi tahap II dilakukan dengan membagi jumlah sisa kursi yang belum terbagi dari tahap I kepada parpol yang memiliki sekurang-kurangnya 50 persen dari bilangan pembagi pemilih DPR.

Aturan itu menimbulkan implikasi ketidakadilan karena partai yang perolehan suaranya besar dapat memperoleh jumlah kursi yang sama dengan parpol yang perolehan suaranya kecil. Kursi parpol dengan perolehan suara besar diperoleh pada penghitungan tahap I dan kursi parpol dengan perolehan suara kecil didapat dari tahap II.

Menurut Andi Nurpati, cara yang adil dalam penghitungan perolehan kursi adalah dengan sistem peringkat. Namun, UU mengatur tata cara penghitungan penetapan perolehan kursi dan harus diikuti KPU. (DIK/MZW)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar