Selasa, 31 Maret 2009

Persaingan Parpol-Caleg

Identifikasi pemilih Indonesia tampak mulai goyah. Fakta banyak partai politik yang gagal memenangi pemilihan kepala daerah di daerah basis massanya menjadi bukti melemahnya keterikatan pemilih Indonesia terhadap partai politik itu.

Saat ini parpol diuji perannya sebagai kendaraan politik, apakah basis massa yang dimilikinya riil atau semu. Partai yang memiliki basis massa kuat pada Pemilu 2004 terbukti banyak yang tak mampu mengandalkan modal suaranya untuk memenangkan pasangan calonnya di pilkada. Fenomena ini disadari betul oleh parpol, buktinya tidak banyak parpol yang percaya diri mengusung calonnya secara tunggal.

Sukses atau tidaknya kerja parpol dalam pilkada beririsan dengan faktor lain yang lebih menentukan. Dalam pemilihan model langsung, pertarungan benar-benar ditentukan tak hanya oleh kekuatan modal suara partai. Faktor lain, seperti dana dan figur pasangan yang akan diusung, menjadi lebih menentukan kemenangan.

Partai Golkar, misalnya, gagal mengantar pasangan calonnya menjadi gubernur Sulawesi Utara, Juni 2005. Partai yang memiliki modal suara 32,32 persen di Sulut saat Pemilu 2004 itu harus mengakui kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mengusung pasangan Sarundayang- Freddy Sualang. Golkar juga gagal menggiring kekuatan politiknya di basis massa Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Sementara itu, PDI-P sukses menjadi pengusung tunggal untuk pemilihan enam gubernur.

Pada pemilihan bupati/wali kota, partai yang menguasai basis massa satu daerah pada Pemilu 2004 gagal menunjukkan taringnya pada pilkada. Golkar, misalnya, gagal mempertahankan basis massanya di Kabupaten Aceh Tamiang (NAD), Pesisir Selatan (Sumbar), dan Gunung Kidul (DIY). Ketiga daerah itu direbut Partai Amanat Nasional (PAN). Selain itu, PAN juga merebut kantong suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat pilkada di Lamongan, Jawa Timur.

Gejala melemahnya keterikatan pemilih terhadap parpol tampak dari hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan terhadap 3.000 responden di 33 provinsi di Indonesia. Lebih banyak responden yang menyukai memilih nama calon anggota legislatif (caleg) ketimbang lambang partai (43,1 persen ) dan hanya 27,3 persen yang menyatakan lebih memilih lambang partai. Sisanya, 29,5 persen, tak mempermasalahkan memilih partai atau caleg.

Ikatan lemah antara parpol dan pemilih juga tampak dari besarnya jumlah responden ”tidak loyal”, dalam arti sudah memilih parpol tertentu pada Pemilu 2004, tetapi ragu akan memilih lagi partai yang sama pada Pemilu 2009. Tercatat hanya 28,34 persen yang ”loyal” menyatakan akan memilih partai yang sama dengan pilihannya pada pemilu lalu. Adapun 17,61 persen responden menyatakan bakal mengubah pilihannya pada pemilu mendatang.

Menjelang pemilu legislatif kekuatan partai di tingkat lokal berpotensi rapuh dengan diterapkannya sistem pemilihan langsung yang menekankan kekuatan individu. Sistem yang diterapkan pada pemilu kali ini, di mana kemampuan setiap caleg memperoleh ruang dalam menyosialisasikan dirinya akan lebih menentukan perebutan suara. Partai kecil dan partai baru yang mampu menggaet caleg yang lebih populer di mata pemilih akan diuntungkan. Fenomena ini terbukti terjadi dalam berbagai pilkada.

Jika ditelusuri dari hasil survei, lemahnya identifikasi atau keterikatan pemilih dengan partai politik ternyata lebih banyak terjadi pada pemilih dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, kian sedikit yang memilih partai. Responden yang berpendidikan rendah (tidak sekolah, lulusan SD dan SMP) tercatat 41,26 persen yang menyatakan lebih suka memilih nama caleg ketimbang lambang partai. Responden yang berpendidikan menengah 46,18 persen dan responden berpendidikan tinggi sebanyak 47,83 persen yang lebih suka memilih nama caleg.

Artinya popularitas caleg cenderung berarti dibandingkan dengan partai. Pemilih, yang meski tak merasa dekat dengan partai, menyerahkan suaranya karena suka atau merasa dekat dengan caleg pilihannya.

(Suwardiman/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar