Senin, 30 Maret 2009

Loyalitas Berbasis Kewilayahan


Senin, 30 Maret 2009 | 04:24 WIB

Bambang Setiawan

Munculnya Partai Demokrat ke papan atas politik nasional diperkirakan akan banyak mengubah konfigurasi kekuatan berbasis kewilayahan. Kantong-kantong loyalitas partai-partai besar pun terancam.

Partai Golkar, sebagai partai yang pernah berkuasa selama enam pemilu (1971-1997), kini tidak lagi berhadapan dengan satu kekuatan besar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), tetapi juga kekuatan PD yang diprediksi akan memenangi pemilu dan memperlebar wilayah kekuasaannya.

Pada pemilu terakhir masa Orde Baru, Golkar berada di puncak kekuasaannya dengan memenangi 307 dari 309 wilayah kabupaten/kota dan hanya menyisakan dua wilayah yang dimenangi partai lain. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hanya menang di Pekalongan dan Kabupaten Pasuruan, sementara Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sama sekali tidak memenangi satu wilayah pun.

Meski tertutup oleh penguasaan tunggal partai pemerintah, sejumlah wilayah sudah mulai menunjukkan tanda-tanda ”pemberontakan” terhadap hegemoni Golkar, dan menunjukkan kesetiaan kepada jalur politik mereka. Bayang-bayang itu sangat tampak di 51 wilayah yang perolehan suara pesaingnya mendekati hasil perolehan Golkar. PPP tampak jelas membayangi Golkar di 50 wilayah, bahkan di beberapa wilayah sangat mendekati perolehan Golkar.

Di wilayah Aceh, suara PPP paling mendekati Golkar di Kabupaten Aceh Besar, Aceh Utara, dan Kota Banda Aceh. Di Jakarta, partai berbasis massa Islam itu juga mendekati suara Golkar di Kodya Jakarta Selatan dan Kodya Jakarta Timur. Di Jawa Tengah, Kabupaten Demak, Pekalongan, Jepara, Magelang, Bantul, serta Kota Yogyakarta menjadi wilayah dengan dukungan yang cukup besar bagi PPP. Sementara itu, di wilayah Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo, Jombang, Sampang, Pamekasan, Bangkalan, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, Probolinggo, Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Pasuruan, dan Kota Probolinggo menjadi kekuatan PPP yang membayangi Golkar. Selain di Jawa dan Aceh, kekuatan PPP juga tampak nyata di Kalimantan Selatan, khususnya Kota Banjarmasin.

Perubahan penguasaan

Terbukti kemudian, dalam pemilu pascalengsernya kekuasaan Orde Baru, Pemilu 1999, PPP menang di lima wilayah Aceh dengan menguasai beberapa wilayah, seperti Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Tengah, dan Simeulue. Bahkan ia berhasil menang di Lima Puluh Koto dan Padang Pariaman (Sumatera Barat). Di Jawa Tengah, Kabupaten Jepara dimenanginya dan di Jawa Timur PPP merebut Pamekasan. Selain itu, PPP juga menang di Hulu Sungai Utara (Kalimantan Selatan) dan Maluku Tengah.

Meski menunjukkan perkembangan yang cepat, pada pemilu tersebut PPP terpaksa harus berbagi dengan partai-partai Islam lainnya. Kemunculan PKB dan PAN dengan serta-merta mengganjal potensi PPP untuk melejit di wilayah-wilayah basis massa Islam. Wilayah Jawa Timur dengan cepat beralih mendukung PKB dan menjadi basis yang loyal terhadap partai ini sampai dengan Pemilu 2004.

Meskipun bagi PPP kondisi banyaknya partai Islam membuat potensinya meraih suara besar menjadi terhambat, secara keseluruhan suara yang diberikan oleh pemilih kepada partai-partai Islam meningkat signifikan, dari 22,4 persen pada tahun 1997 menjadi 37,5 persen pada Pemilu 1999. Setelah pemilu tersebut suara untuk partai-partai Islam tampaknya mulai stabil, hanya naik sedikit menjadi 38,3 persen suara.

Sungguh pun naik, penguasaan partai-partai bernuansa Islam tidak berjalan seiring dengan penguasaan wilayah. Penguasaan wilayah tetap berada di dua partai besar, Golkar dan PDI-P. Kedua partai ini menguasai 89,4 persen dari 313 wilayah kabupaten/kota dalam Pemilu 1999. Selebihnya diperebutkan PPP, PKB, dan PAN. Euforia reformasi telah memindahkan sebagian wilayah kemenangan Golkar kepada PDI-P. Kemenangan Golkar merosot drastis dari 99,4 persen wilayah pada Pemilu 1997 menjadi hanya 36,4 persen wilayah kabupaten/kota saja. Sebaliknya, PDI-P yang sekian periode pemilu tidak menunjukkan kekuatannya tiba-tiba menjadi pemenang yang merebut 166 (53 persen) wilayah.

Basis massa pendukung PDI-P dalam pemilu tersebut adalah Pulau Jawa dan Bali. Di Pulau Jawa, PDI-P menguasai 80,9 persen dari 110 kabupaten/kota, dan di Bali bahkan 100 persen wilayah dimenanginya. Sebaliknya, Golkar lebih menguasai Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.

Dalam pemilu berikutnya, kedua partai ini tetap menguasai kemenangan wilayah. Dari 32 provinsi, Golkar dan PDI-P menguasai kemenangan di 30 provinsi dalam Pemilu 2004. Hanya dua daerah yang dimenangi oleh partai berbasis massa Islam, yaitu PKS (Jakarta) dan PKB (Jawa Timur). Selebihnya didominasi oleh Golkar dan PDI-P. Padahal, pada Pemilu 1955 dominasi partai nasionalis hanya di dua (Jawa Tengah dan Bali-Nusa Tenggara Barat) dari 15 daerah pemilihan.

Di tingkat kabupaten/kota, perebutan wilayah lebih memperlihatkan dinamikanya. Golkar dengan segera mampu bangkit dengan merebut kembali wilayah-wilayah yang diambil PDI-P pada pemilu sebelumnya. Dalam Pemilu 2004, Golkar mampu meraih 271 wilayah (61,6 persen) dari 440 kabupaten/kota dan hanya menyisakan 89 daerah (20,2 persen) bagi PDI-P. Sisanya, direbut oleh partai-partai papan menengah dan kecil, seperti PKB, PPP, PAN, PKS, Demokrat, PBB, PBR, PDS, PDK, PIB, PKPI, dan PPD.

Loyalitas wilayah

Pemilu 2004 telah memetakan wilayah-wilayah yang cenderung tetap konsisten dengan pilihan partai politik dan yang cenderung berubah. Dari 440 kabupaten/kota, 59,8 persen merupakan wilayah yang loyal, tetap dimenangi oleh partai tertentu pada pemilu sebelumnya. Selebihnya, 40,2 persen, merupakan wilayah yang cenderung gampang berubah atau wilayah mengambang.

Golkar menjadi partai yang mampu mempertahankan loyalitas dibandingkan dengan partai pesaingnya, PDI-P. Partai berlambang beringin itu menguasai kembali 180 daerah yang telah dimenanginya pada pemilu sebelumnya (1999). Perubahan hanya terjadi di 26 daerah, yang direbut partai-partai lain. Sebaliknya, PDI-P hanya mampu mempertahankan 92 daerah kabupaten/kota yang dikuasainya dalam pemilu sebelumnya.

Pemilu 2009 diperkirakan akan mengubah cukup banyak konfigurasi geopolitik, terutama dengan menguatnya Partai Demokrat yang diprediksi menduduki papan atas kekuatan politik. Apabila ini terjadi, kesetiaan wilayah akan diuji, apakah masih ada loyalitas yang dipertahankan atau tidak.

(BAMBANG SETIAWAN/ Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar