Selasa, 31 Maret 2009

Pemilih yang Bimbang


Survei ini memotret 22,5 persen dari 3.000 responden yang diwawancarai di 33 provinsi belum menentukan pilihan, partai politik apa yang akan dipilih dalam pemilu legislatif, sedangkan 17,5 persen responden masih merahasiakan pilihan politik mereka.

Pemilu 9 April diikuti 38 partai politik nasional dan enam parpol lokal. Jumlah calon anggota legislatif sebanyak 11.219 orang untuk memperebutkan 560 kursi DPR. Pemilu juga diikuti 1.109 calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk memperebutkan 132 kursi DPD.

Selain DPR dan DPD, pemilu diikuti begitu banyak calon anggota DPRD kabupaten/kota untuk memperebutkan 16.270 kursi DPRD dan 1.198 kursi DPRD provinsi. Namun, dalam masa kampanye yang justru lebih menonjol adalah kampanye calon presiden yang baru dilaksanakan Juli.

Seperti terekam dalam pemberitaan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta dukungan rakyat untuk melanjutkan pemerintahannya. Calon presiden dari PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mengkritik kebijakan bantuan langsung tunai yang sedang dilaksanakan pemerintah yang berkuasa. Capres dari Partai Gerindra, Prabowo, dan capres dari Partai Hanura, Wiranto, mengusung tema kampanye yang lebih dekat dengan pencalonan mereka sebagai presiden. Kampanye calon anggota DPD malah tak terdengar.

Panggung pemilihan presiden memang menarik. Namun, hiruk-pikuk kampanye capres seakan menenggelamkan keseluruhan kampanye pemilu legislatif. Pemilu legislatif adalah untuk memilih wakil rakyat—DPR, DPD, dan DPRD—untuk duduk di parlemen. DPR berfungsi mengawasi pemerintah, menyusun undang-undang, dan menyusun hak budget.

Campur aduknya isu kampanye boleh jadi menjadi salah satu faktor yang menambah kebimbangan pemilih mengenai esensi pemilu legislatif. Kondisi ini tak bisa dilepaskan dari desain sistem pemilu kita yang terus berubah dan belum menemukan bentuknya.

Kebimbangan pemilih menentukan pilihan juga terkait dengan pendidikan politik yang seharusnya diberikan partai politik. Tanpa adanya pendidikan politik mengenai pemilu legislatif, ditambah dengan keruwetan seputar persiapan pemilu, hiruk-pikuk kampanye hanya menambah kepenatan politik pemilih yang pragmatis.

Kita berharap ada upaya signifikan untuk meyakinkan pemilih bahwa memilih adalah tanggung jawab akan demokrasi, meskipun itu adalah hak asasi warga negara. Di masa mendatang perlu ada pemikiran mengenai desain sistem pemilu agar terjadi pemisahan tegas antara pemilu legislatif dan pemilu presiden atau pemisahan pemilu nasional dan pemilu regional. Kajian diperlukan agar kita bisa menemukan demokrasi prosedural yang bisa lebih implementatif untuk menjawab problem riil bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar