Selasa, 31 Maret 2009

Ketika Perempuan Menentukan Pilihan

Bagi mesin partai politik, menjaring dukungan pemilih perempuan mungkin gampang-gampang sulit. Penggalangan kekuatan massa, memperbanyak caleg perempuan, atau menjual prestasi dan kinerja bukanlah pertimbangan utama. Namun, pandangan keagamaan serta pengaruh keluarga merupakan dua hal yang paling memengaruhi pilihan politik perempuan.

Demikian salah satu temuan survei Litbang Kompas yang secara khusus diselenggarakan menjelang Pemilihan Umum 2009. Survei memperlihatkan bahwa perempuan memiliki pertimbangan yang unik dalam menentukan sikap politik. Karakteristik ini tidak dapat diabaikan mengingat jumlah pemilih perempuan cukup besar, yakni 84,7 juta orang. Artinya, setiap 10 pemilih, sekitar 5 orang di antaranya adalah perempuan.

Berdasarkan survei, responden perempuan lebih mempertimbangkan faktor keagamaan dalam pilihan politik daripada responden laki-laki. Sekitar sepertiga responden perempuan menyatakan bahwa pandangan keagamaan atau keberadaan tokoh agama dalam suatu parpol menjadi pertimbangannya dalam menentukan pilihan. Sementara itu, pandangan serupa pada responden laki-laki hanya berkisar 28 persen.

Wajah domestik pun masih membayangi sikap politik perempuan. Alih-alih mandiri, pilihan politik perempuan masih dipengaruhi oleh pilihan politik keluarga. Berdasarkan survei, setiap 10 responden perempuan, tiga di antaranya menyatakan informasi keluarga berpengaruh pada pilihan politiknya. Adapun pada responden laki-laki, sekitar dua dari 10 pemilih yang menyatakan hal tersebut.

Keterwakilan perempuan

Isu keterwakilan perempuan dalam parlemen berpeluang termentahkan. Harapan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu akan memberikan panggung nasional yang lebih luas bagi perempuan terancam sekadar pepesan kosong. Salah satunya, syarat 30 persen caleg perempuan dalam daftar yang diajukan parpol dalam pemilu April mendatang. Suka tidak suka, faktor kesamaan jenis kelamin ternyata tidak serta-merta efektif menarik dukungan perempuan.

Berdasarkan survei, hanya sekitar 13 persen responden perempuan yang menganggap kesamaan jenis kelamin caleg menjadi dasar pertimbangan. Adapun pada responden laki-laki, pertimbangan ini lebih kuat, yakni dinyatakan 29 persen responden. Pengabaian serupa juga terlihat dari pilihan perempuan terhadap kader dan caleg parpol. Dari 10 pemilih perempuan, hanya empat yang menyatakan akan mempertimbangkan latar belakang tokoh dan kader. Sementara itu, pada responden laki-laki, 5 pemilih menyatakan hal tersebut.

Melihat sejumlah faktor tersebut, mesin parpol dan caleg harus lebih jeli dalam membidik peluang dukungan kaum perempuan. Berdasarkan survei, parpol yang berhasil meraih dukungan terbanyak dari kaum perempuan pada tahun 1999 dan 2004 justru parpol yang dalam kampanyenya cenderung tidak mengumbar kekuatan massa, dan bahkan bukan dari parpol dominan di papan atas.

(INDAH SURYA WARDHANI/ Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar