Sabtu, 28 Maret 2009

PETA POLITIK Partai Demokrat

Kekuatan yang Mulai Merangsek Desa
Sabtu, 28 Maret 2009 | 04:59 WIB

Oleh IGNATIUS KRISTANTO

Partai Demokrat kini sedang berproses menjadi partai besar. Namun, popularitasnya yang sedang naik daun tidak bisa lepas dari bayang-bayang sosok Susilo Bambang Yudhoyono.

Faktor Yudhoyono sangat menentukan keberadaan Partai Demokrat (PD). Jika dirunut, naiknya popularitas PD sejalan dengan peningkatan keterkenalan yang dialami Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini menunjukkan bahwa citra PD sangat tergantung pada sosok yang juga merupakan pendiri partai berlambang bintang segitiga ini.

Latar belakang berdirinya pun tidak lepas dari sisi karier politik Yudhoyono saat kalah dalam pemilihan wakil presiden pada Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada Juli 2001. Waktu itu mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pada era Presiden Abdurrahman Wahid (2000-2001) merupakan salah satu dari lima calon wakil presiden yang akan bersaing untuk dipilih oleh MPR guna mendampingi Presiden Megawati Soekarnoputri. Yudhoyono dicalonkan oleh salah satu fraksi di MPR, yakni Fraksi Kesatuan Kebangsaan dan didukung pula oleh 90 anggota MPR dari Utusan Golongan dan dari fraksi lainnya secara perseorangan.

Setelah Yudhoyono kalah, beberapa pendukungnya yang dimotori beberapa tokoh, seperti Prof Dr Subur Budhisantoso, Prof Dr Irzan Tandjung, dan Vence Rumangkang, sepakat untuk membuat partai politik baru. Partai ini digunakan sebagai kendaraan politik bagi mantan Kepala Staf Teritorial TNI (1998-1999) itu untuk maju pada pemilihan presiden pada tahun 2004.

Berbagai rencana pertemuan pun dilakukan untuk mematangkan terbentuknya partai tersebut. Akhirnya, pada 9 September 2002 terbentuklah Partai Demokrat dengan ketua umum dipegang oleh Subur Budhisantoso. Tanggal dan bulan kelahiran partai pun disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran Yudhoyono.

Setelah dideklarasikan, jaringan ke daerah segera dilebarkan. Sampai akhir 2003 jaringan PD telah masuk di 32 provinsi. Dari sejumlah perwakilan daerah itu, 27 provinsi dinyatakan lulus dalam verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jumlah ini tergolong tinggi dan dinilai oleh KPU sebagai partai yang mempunyai kelulusan verifikasi jaringan paling banyak.

Setelah Pemilu 2004 digelar, kejutan mewarnai hasilnya. Partai Demokrat yang baru berusia tiga tahun langsung melejit, mampu berada di urutan papan tengah, sejajar dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang sudah ada sebelumnya.

Melejitnya perolehan suara PD bahkan mampu menggerus perolehan suara partai-partai lama yang sudah eksis. Jika dilacak dari karakteristik perolehan suara antarpartai per daerah, tampak jelas hubungannya. Suara partai yang tergerus adalah dari PAN, PKB, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Daerah perkotaan merupakan arena PD untuk mengumpulkan suara lebih banyak dibandingkan dengan daerah pedesaan. Peran media massa dalam menyiarkan keberadaan PD yang merupakan ”partainya SBY” sangat besar. Tak ayal, partai-partai berbasis massa tradisional yang tinggal di perkotaan, seperti PDI-P dan PAN-lah yang terpengaruh.

Sementara wilayah pedesaan kurang begitu banyak menyumbang suara PD. Akan tetapi, tetap saja kantong-kantong suara yang menjadi basis massa tradisional partai ikut tergerus. Pengaruh terbesar terjadi di sekitar pesisir selatan Jawa Timur yang merupakan salah satu pusat pertumbuhan PD, yaitu Kabupaten Pacitan. Pengaruhnya tidak hanya di kabupaten ini, tetapi melebar di wilayah sekitarnya, seperti Madiun, Ngawi, dan Ponorogo. Di wilayah inilah PD berhasil menerobos dan mampu menggaet suara tradisional PKB.

Basis awal

Hasil perolehan suara PD pada Pemilu 2004 juga tidak luput dari bayang-bayang historis Yudhoyono. Kantong-kantong pengumpul suara terbanyak bersumber dari empat daerah, yakni Kota-kota di Jakarta, Palembang, Manado, dan di Kabupaten Pacitan.

Di keempat daerah inilah PD mampu meraih suara dalam kisaran 20 hingga 27 persen sehingga mampu menurunkan perolehan suara beberapa partai besar. Misalnya di Kota Palembang, kehadiran PD ternyata meruntuhkan perolehan suara PDI-P dari 43 persen pada Pemilu 1999 menjadi 14 persen pada Pemilu 2004. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Pacitan, wilayah pesisir selatan Jawa Timur, yang dulu dikuasai PDI-P, kini menjadi basis suara PD.

Dari keempat daerah tersebut, paling tidak tiga daerah, yaitu Jakarta, Kota Palembang, dan Kabupaten Pacitan-lah, yang masih mempunyai kedekatan historis dengan Yudhoyono. Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, merupakan tempat kelahiran salah satu pendiri Partai Demokrat ini. Kota Palembang merupakan tempat berkiprahnya sewaktu dia menjabat sebagai Panglima Kodam II Sriwijaya (1996-1997).

Sementara Kota Jakarta merupakan tempat ia berkarier terakhir menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Jadi, urutan daerah-daerah ini melekat kuat pada jejak karier Yudhoyono yang dimulai dari Pacitan, Palembang, lalu terakhir ke Jakarta sehingga potret penaklukan PD mengikuti jejak historis ”daerah-daerah Yudhoyono” tersebut.

Lain halnya dengan Kota Manado yang memang jauh dari keterkaitan dengan jejak karier Yudhoyono. Fenomena Partai Demokrat yang terjadi di kota ini lebih punya hubungan dengan jaringan beberapa kader partai ini. Beberapa pendiri PD berasal dari daerah ini. Sebut saja Vence Rumangkang dan mantan Gubernur Sulawesi Utara EE Mangindaan yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PD. Ketokohan beberapa orang dari Manado inilah yang ikut menjadi magnet bagi PD untuk meraih posisi puncak di daerah ini dalam perolehan suara pada pemilu lalu.

Sukses PD di pemilu legislatif ternyata berlanjut di pemilu presiden. Dengan mengusung Susilo Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan Jusuf Kalla, akhirnya berhasil memenangi pilpres. Pendiri PD akhirnya berhasil menduduki kursi presiden.

Sebagai partai pemerintah, PD akhirnya mempunyai modal politik dalam mengatur roda pemerintahan ataupun dalam pelaksanaan perebutan kekuasaan di tingkat lokal pada era 2005-2008. Meskipun minim pengalaman, PD tanpa berkoalisi dengan partai lain berhasil memenangi kursi kepala daerah di tiga kabupaten/kota, yakni Pematang Siantar, Kotawaringin Barat, dan Pacitan. Sementara ketika berkoalisi, partai ini berhasil merebut 66 daerah. Kemenangan ini merupakan jalan bagi PD untuk masuk ke tingkat pedesaan sehingga membuat namanya pun semakin dikenal.

Basis berubah

Sebelumnya, ciri pemilih perkotaan sangat melekat pada PD. Akan tetapi, dalam kurun waktu lima tahun partai ini berhasil menembus ke tingkat pedesaan. Survei nasional yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada 20 Februari-3 Maret 2009 juga menunjukkan hal itu, sebanyak 26 persen pemilih pedesaan kini telah memilih PD.

Salah satu yang ikut berperan mendorong ini adalah kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) yang menyentuh sekitar 19 juta rumah tangga itu. Warga miskin yang tinggal di desa ikut merasakan langsung pemberian uang kepada mereka. Uang sebesar Rp 200.000 per bulan sangat penting artinya bagi penduduk desa yang berpendapatan Rp 300.000 per bulan.

Selain itu, PD juga berhasil menembus batas pemilih jika dibedakan berdasarkan pulau besar. Konsentrasi pemilihnya tidak lagi di Jawa, tetapi juga menyebar ke seluruh kepulauan dengan rata-rata proporsinya antara 22 dan 28 persen.

Potensi pemilih PD yang berubah ini akhirnya berpengaruh terhadap pergeseran pilihan di partai lain. Pemilih yang terpengaruh dan berpaling ke PD sebagian besar berasal dari Golkar, PPP, PAN, dan PKB.

Memasuki Pemilu 2009, PD diprediksi bakal meraih suara besar. Jejak kepopuleran PD itu dapat dilihat dari beberapa hasil survei mutakhir yang dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian. Survei nasional Litbang Kompas menunjukkan bahwa PD menempati urutan pertama dari partai-partai peserta pemilu yang dipilih oleh responden.

Dari hasil survei di 33 provinsi yang mengambil sampel 3.000 responden ini, proporsi responden yang bakal memilih PD mencapai 16,9 persen. Bahkan, proporsinya meningkat tajam menjadi 28,1 persen jika penghitungannya mengabaikan responden yang belum menentukan pilihan. Proporsi ini jauh lebih besar dari perolehan suara partai ini sendiri pada Pemilu 2004 yang hanya mencapai 7,4 persen.

Berbagai kebijakan pemerintah yang sangat populer, seperti pemberian BLT terhadap penduduk miskin dan penurunan harga bahan bakar minyak yang terjadi dalam setahun terakhir, ikut menaikkan citra Presiden Yudhoyono. Karena PD merupakan partai pemerintah, partai ini pun ikut terkena ”madunya”.(IGNATIUS KRISTANTO/ Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar