Selasa, 24 Maret 2009

Penetapan Gunakan Sistem Proporsional Terbuka Murni


KOMPAS/ALIF ICHWAN
Saat kampanye Partai Bulan Bintang (PBB) digelar, dua simpatisan partai tersebut melindungi kepalanya dari teriknya matahari dengan menggunakan kain bergambar lambang partai serta seorang calon anggota legislatif. Kampanye PBB kali ini dihadiri Ketua Umum PBB, yang juga Menteri Kehutanan, MS Kaban dan Ketua Majelis Pertimbangan PBB Yusril Ihza Mahendra.
Selasa, 24 Maret 2009 | 05:42 WIB

Jakarta, Kompas - Setelah pembatalan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, cara penetapan calon anggota DPR dan DPRD terpilih dilakukan dengan sistem proporsional terbuka murni, bukan proporsional terbuka terbatas lagi. Penetapan tidak menggunakan sistem distrik murni, seperti pemilu anggota DPD, karena peserta pemilu DPR dan DPRD adalah partai politik.

Hal itu diungkapkan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Gusti Putu Artha, dalam pertemuan dengan perwakilan partai politik terkait penetapan calon anggota legislatif (caleg) terpilih di Jakarta, Senin (23/3). Oleh karena itu, suara perolehan sah calon anggota DPR, DPRD, dan partai dikonversi menjadi suara partai saja.

Putu mengingatkan, khusus untuk pemilu DPR, ada ketentuan ambang batas perolehan suara minimal 2,5 persen dari surat suara sah nasional agar partai dapat mengirimkan wakilnya ke DPR atau parliamentary threshold (PT).

”Bisa saja seorang caleg memperoleh suara terbanyak di daerah pemilihan (dapil)-nya, tetapi tidak dapat ditetapkan sebagai anggota DPR karena partainya tidak memenuhi ketentuan PT,” katanya.

Partai yang tak memenuhi batas tidak akan disertakan dalam penghitungan perolehan kursi DPR. Oleh karena itu, jumlah total suara sah nasional atau untuk setiap dapil akan berkurang.

Penghitungan tahap pertama dimulai. Jumlah suara sah tanpa suara partai yang tak memenuhi PT dipakai menentukan nilai bilangan pembagi pemilih (BPP) di setiap dapil. Nilai BPP ini berguna untuk menentukan jumlah perolehan kursi partai yang lolos PT di setiap dapil.

Kursi untuk parpol akan diberikan kepada calon dalam partai berdasarkan peringkat perolehan suara terbanyak. Jika ada lebih dari satu calon yang mendapat perolehan suara sama atau seluruh suara untuk partai, kursi diberikan berdasarkan putusan pimpinan partai.

Setelah diperoleh sisa kursi dan sisa suara partai di tiap dapil dari penghitungan tahan pertama, penghitungan tahap kedua dilakukan. Jika sisa suara parpol mencapai minimal 50 persen BPP, parpol itu mendapat tambahan satu kursi. Jika masih ada sisa kursi dan sisa suara parpol, sisa suara dibawa ke provinsi.

Pada penghitungan tahap ketiga ini sisa suara dari semua partai di semua dapil dihitung bersama di provinsi. Kumpulan sisa suara satu provinsi dihitung ulang untuk memperebutkan sisa kursi dari semua dapil di provinsi. Pembagian dilakukan dengan menggunakan BPP baru yang dihitung berdasarkan total sisa suara per provinsi untuk total sisa kursi di provinsi itu.

Kursi untuk partai akan diberikan sesuai peringkat perolehan suara. Kursi untuk partai itu akan diberikan kepada calon dari dapil yang memiliki sisa suara terbesar. Jika sisa kursi tinggal satu dan ada lebih dari satu partai yang memiliki sisa suara sama, kursi diberikan sesuai undian.

”Kondisi ini akan membuat kursi dari dapil tertentu diisi calon dari dapil lain dalam satu provinsi,” kata anggota KPU, Andi Nurpati Baharudin. (mzw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar